header misididik.net

Upacara Karo Suku Tengger di Lereng Gunung Bromo

oleh | Agu 23, 2024 | Humaniora, Kebudayaan | 0 Komentar

Upacara Karo Suku Tengger di Lereng Gunung Bromo – Di jantung Pulau Jawa, di bawah bayang-bayang megah Gunung Bromo yang sering diselimuti kabut, tersembunyi sebuah komunitas yang menjaga dengan teguh warisan nenek moyang mereka. Komunitas ini adalah masyarakat Tengger, yang meski terletak di daerah terpencil, tetap memancarkan kekayaan budaya dan tradisi yang tiada tara. Sebagai keturunan langsung dari Kerajaan Majapahit, mereka masih memegang teguh ajaran dan nilai-nilai yang telah diwariskan selama berabad-abad. Setiap tradisi yang mereka laksanakan bukan hanya sekadar ritual, tetapi juga cerminan dari identitas mereka yang unik dan mendalam.

Salah satu warisan budaya yang paling menonjol di kalangan masyarakat Tengger adalah Upacara Karo Suku Tengger. Upacara ini tidak hanya berfungsi sebagai sebuah ritual keagamaan, tetapi juga sebagai ajang besar untuk merayakan nilai-nilai kebersamaan dan solidaritas di antara sesama anggota komunitas. Dalam pelaksanaan Upacara Karo Suku Tengger, seluruh elemen masyarakat Tengger berkumpul, berbagi cerita, dan mempererat ikatan keluarga serta persahabatan. Ini adalah momen di mana generasi muda belajar dari yang lebih tua tentang pentingnya menjaga tradisi dan warisan leluhur.

Selain itu, Upacara Karo Suku Tengger juga memiliki dimensi spiritual yang dalam. Upacara ini merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur yang telah mendahului dan permohonan berkah dari Sang Hyang Widi Wasa, dewa tertinggi dalam kepercayaan Hindu Majapahit yang dianut oleh masyarakat Tengger. Melalui berbagai tahapan upacara yang dilakukan dengan penuh khidmat, masyarakat Tengger menyatakan rasa syukur mereka atas segala berkah yang telah diterima, sekaligus memohon perlindungan dan keselamatan bagi masa depan. Upacara Karo Suku Tengger, dengan segala keindahan dan kedalaman maknanya, menjadi simbol penting bagi keberlanjutan tradisi dan identitas masyarakat Tengger di tengah perubahan zaman.

Baca Juga  Seni Wayang Potehi: Kisah Boneka Kantong dari Dinasti Tsang Tian

Sejarah dan Asal Usul Upacara Karo Suku Tengger

Jawa Timur, khususnya daerah Gunung Bromo di Probolinggo, adalah salah satu tempat di mana kebudayaan dan tradisi masyarakat Tengger masih hidup dan lestari hingga saat ini. Masyarakat Tengger dikenal sebagai kelompok yang memiliki hubungan darah dengan Kerajaan Majapahit dan menganut agama Hindu Majapahit. Salah satu tradisi yang paling menonjol di kalangan masyarakat Tengger adalah Upacara Karo, sebuah perayaan besar yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Upacara ini tidak hanya menjadi ajang perayaan, tetapi juga merupakan momen penting untuk memberikan penghormatan kepada Sang Hyang Widi Wasa, menghormati roh leluhur, serta memohon berkah dan keselamatan bagi masyarakat.

Rangkaian Ritual dalam Upacara Karo

Upacara Karo dimulai dengan pertemuan dua pemimpin yang disebut “Ratu”. Dalam budaya Tengger, istilah “Ratu” tidak merujuk pada jenis kelamin tertentu, melainkan pada peran kepemimpinan yang dapat dipegang oleh laki-laki. Pertemuan ini melambangkan bersatunya roh leluhur dan dimulainya ritual yang sakral. Upacara dilanjutkan dengan pembacaan mantra untuk membersihkan tempat pelaksanaan ritual dan memandikan Jimat Kelontongan—seperangkat benda keramat yang menjadi bagian penting dari upacara ini. Ritual ini juga disertai dengan tarian Sodor, yang melibatkan empat penari yang melambangkan siklus kehidupan masyarakat Tengger dari masa ke masa.

rangkaian upacara Karo Suku Tengger

Selama berlangsungnya tarian Sodor, kaum ibu dan anak-anak menunggu di luar lokasi upacara, sambil membawa makanan untuk para suami dan ayah mereka yang berpartisipasi dalam ritual. Peran perempuan dalam menyiapkan makanan ini menunjukkan pentingnya tanggung jawab mereka dalam menjaga kesejahteraan keluarga, yang selaras dengan nilai-nilai tradisional masyarakat Tengger.

Baca Juga  Ngaben di Bali: Tradisi Upacara Pemakaman Mayat dalam Budaya Hindu yang Sarat Makna

Tumpeng Gedhe dan Sesandingan: Puncak Upacara Karo

Pada sore hari, upacara berlanjut dengan Tumpeng Gedhe, yang merupakan upacara syukur atas hasil panen yang melimpah dan kesuburan tanah. Tumpeng-tumpeng yang telah disiapkan oleh warga kemudian dimanterai oleh dukun adat dan dibagikan untuk ritual berikutnya, yaitu Sesandingan. Sesandingan adalah puncak dari Upacara Karo, di mana setiap rumah tangga mengadakan upacara sendiri untuk memberikan makanan kepada leluhur mereka. Dalam ritual ini, dukun adat memiliki peran yang sangat penting, karena mereka harus memimpin upacara di setiap rumah warga, mengunjungi satu per satu tanpa henti.

Menjadi seorang dukun adat di masyarakat Tengger bukanlah tugas yang mudah. Mereka harus menghafal sekitar 90 bab mantra dalam bahasa Jawa Kuno, yang menjelaskan mengapa hanya sedikit orang yang mampu menjalankan peran ini. Dengan dedikasi dan komitmen yang tinggi, dukun adat memastikan bahwa setiap rumah tangga dapat memberikan penghormatan kepada leluhur mereka dengan cara yang benar.

Nyadran dan Ujung-ujungan: Penutup Upacara Karo

Tahap akhir dari Upacara Karo adalah ritual nyadran, yang berlangsung pada hari keenam dan ketujuh. Pada tahap ini, masyarakat Tengger melakukan ziarah ke makam leluhur mereka, memberikan sesajian, serta berdoa agar doa-doa mereka dikabulkan. Ritual ini diiringi dengan permainan anak-anak dan remaja yang berusaha mendapatkan uang logam dan ayam yang telah dimanterai, sebagai ungkapan rasa syukur dan kerjasama di antara mereka.

Ritual nyadran kemudian diakhiri dengan tarian Ujung-ujungan, di mana para penari bertelanjang dada saling memukul dengan ujung rotan secara bergantian. Tarian ini merupakan simbol rasa syukur dan tidak ada pemenang atau pecundang dalam permainan ini. Upacara Karo kemudian ditutup dengan pemulangan roh leluhur melalui ritual “Mulehi Ping Pitu,” sebagai tanda bahwa upacara telah selesai.

Baca Juga  Seni Wayang Thithi: Perpaduan Budaya Cina dan Jawa

Penutup

Upacara Karo adalah salah satu warisan budaya yang sangat berharga dan kaya makna bagi masyarakat Tengger di Gunung Bromo. Meskipun ritualnya kompleks dan melelahkan, upacara ini menggambarkan komitmen masyarakat Tengger dalam melestarikan tradisi agama Hindu Majapahit dan menghormati leluhur mereka. Upacara ini bukan hanya bagian dari identitas mereka, tetapi juga merupakan bukti kekayaan budaya Indonesia yang perlu dilestarikan dan dihormati. Dengan terus melaksanakan Upacara Karo, masyarakat Tengger menjaga agar nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya tetap hidup dan dapat diwariskan kepada generasi mendatang.

Bagikan ini ke:

Mungkin Anda Juga Suka

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Access Premium Content

Bergabunglah sekarang dan nikmati konten eksklusif yang hanya tersedia untuk member premium kami!

Join Our Newsletter

Dapatkan tips dan informasi pendidikan terbaru langsung di kotak masuk Anda dengan berlangganan newsletter dari misididik.net!

Follow Us

Ikuti sosial media misididik.net untuk mendapatkan tips pendidikan terbaru, informasi menarik, dan berbagai inspirasi belajar setiap hari!