header misididik.net

Membongkar Kisah Dipati Ukur, Sejarah dan Legenda

oleh | Agu 31, 2024 | Humaniora, Info Pendidikan | 0 Komentar

Membongkar Kisah Dipati Ukur – Jalan Dipati Ukur di Kota Bandung mungkin sudah sering Anda lewati, tetapi misteri di balik nama jalan ini mungkin belum pernah Anda telusuri. Siapakah Dipati Ukur, dan mengapa kisahnya begitu bercabang dan misterius? Apakah ia hanyalah seorang pahlawan lokal atau legenda semata? Dalam pencarian identitas sejati Dipati Ukur, kita akan menjelajahi beberapa versi kisahnya dan mencoba menemukan inti sejarahnya.

Kisah Dipati Ukur yang Misterius

Terkait sejarah dan kisah Dipati Ukur, banyak versi yang beredar, bahkan hingga mengenai tempat kelahiran dan pemakaman beliau. Beberapa sumber mengklaim bahwa makam Dipati Ukur terletak di Kabuyutan, dekat jembatan kereta api antara Soreang dan Ciweday. Sumber lain menyebutkan bahwa Dipati Ukur adalah seorang pejuang melawan Mataram yang tertangkap di Gunung Rakutuk, dekat Pengalengan, dengan makamnya di Baleendah (sekarang Dayeuhkolot). Versi lain bahkan menyebut bahwa Dipati Ukur tertangkap di Gunung Lumbung, juga dekat Pengalengan, dan dihukum mati di alun-alun Mataram.

Kisah Dipati Ukur yang misterius semakin bertambah rumit karena pada masa itu, Mataram sangat mengincar Dipati Ukur sehingga warga setempat takut untuk menceritakan kisahnya dengan jelas. Akibatnya, kisah ini menjadi terpecah-pecah dan tersebar dalam banyak versi seperti potongan-potongan teka-teki.

Namun, kita tidak perlu menyerah dalam mencari kejelasan sejarah dan kisah Dipati Ukur. Beberapa disertasi telah menjadi landasan untuk memahami kisah sejati Dipati Ukur. Karya ilmiah tersebut meliputi disertasi oleh Edi S. Ekajati (“Carita Dipati Ukur Karya Sastra Sejarah Sunda”), disertasi Emuch Herman Sumantri (“Sejarah Sukapura, Sebuah Telaah Filologis”), dan hasil penelitian dari Atja, Saleh Danasasmita, dan Ayat Rohaedi dari naskah Pangeran Wangsakerta (“Nagara Kerta Bumi 1.5”). Dari sumber-sumber ini, kita dapat merangkai kembali cerita Dipati Ukur yang sebenarnya.

Baca Juga  Mengenal Megahnya Adat Pernikahan Palembang

Pengaruh Mataram di Tatar Sunda

Sebelum kita menjelajahi kisah Dipati Ukur, kita harus memahami latar belakang sejarahnya di Tatar Sunda. Kerajaan Galuh adalah salah satu kerajaan yang menjadi latar belakangnya, dan ia berada di bawah pengaruh Kerajaan Tarumanegara. Pada tahun 1528, kerajaan Galuh akhirnya ditaklukkan oleh Kerajaan Islam Cirebon. Ini adalah salah satu tahap dalam penaklukan wilayah Sunda oleh kekuasaan Islam.

Kemudian, pada tahun 1579, pasukan gabungan dari Demak, Cirebon, dan Banten berhasil meruntuhkan pusat kerajaan Sunda Pakuan. Hal ini mempermudah perluasan kekuasaan Mataram di wilayah Tatar Sunda.

Perlawanan dan Pemberontakan Dipati Ukur

Pada tahun 1619, VOC tiba di Batavia (sekarang Jakarta) untuk mendirikan kongsi dagangnya. Sistem monopoli VOC menyebabkan ketidakpuasan di kalangan penguasa Mataram, terutama Sultan Agung. Ia merasa dirugikan karena perdagangan terhambat oleh VOC. Upaya Sultan Agung menyerang Batavia pada tahun 1628 dan 1629 tidak berhasil.

kisah Dipati Ukur dan pemberontakannya ke Mataram

Pada 12 Juli 1628, utusan dari Mataram tiba di Timbanganten (Tatar Ukur) dan memberi tugas kepada Adipati Wangsanata, yang lebih dikenal sebagai Dipati Ukur, untuk memimpin pasukannya dan bergabung dalam serangan terhadap VOC di Batavia. Dipati Ukur mendapat surat tugas dari Sultan Agung, yang menginstruksikan agar pasukan Sunda menunggu pasukan Jawa di Karawang sebelum bersama-sama menyerang Batavia. Namun, karena alasan-logistik dan kurangnya dukungan dari pasukan Jawa, Dipati Ukur memutuskan untuk menyerang VOC terlebih dahulu.

Namun, ketika pasukan Jawa tiba di Karawang, mereka menemukan bahwa pasukan Sunda sudah pergi. Ketidakhadiran mereka menyebabkan ketegangan, dan pasukan Jawa malah memusuhi pasukan Sunda.

Ketika sebagian pasukan Sunda kembali ke kampung halaman mereka di Dayeuh Ukur, kabar mengerikan datang. Istri Dipati Ukur, Enden Saribanon, dan banyak gadis-gadis setempat hampir menjadi korban pelecehan oleh utusan Mataram dan pasukannya. Saat mendengar ini, Dipati Ukur kembali ke Dayeuh Ukur dan menghadapi para utusan Mataram itu. Marah dengan perlakuan mereka, Dipati Ukur membunuh mereka semua kecuali satu orang yang berhasil melarikan diri dan melapor kepada Sultan Agung.

Baca Juga  Tari Lariangi Wakatobi: Keeksotisan dan Filosofi di Balik Gerakan

Dalam mata Sultan Agung, tugas yang ia berikan kepada Dipati Ukur adalah suatu kehormatan dan kepercayaan, dan kegagalan Dipati Ukur menyerang Batavia adalah penghianatan. Maka, Dipati Ukur dicap sebagai pengkhianat dan ingin memberontak terhadap Mataram. Dipati Ukur kemudian ditangkap dan diadili.

Pengakhiran Tragis Dipati Ukur

Pasca-penangkapan Dipati Ukur, dia menyadari bahwa ia harus menghadapi Mataram yang marah. Ia mulai menjalin aliansi dengan beberapa bupati di wilayah sekitarnya untuk melawan Mataram dan mendirikan kabupaten yang mandiri. Upaya ini mendapat dukungan dari beberapa bupati, seperti Bupati Karawang, Ciasem, Sagalaherang, Taraju, Sumedang, Pamanukan, Limbangan, dan lainnya. Namun, ada juga yang tidak setuju, seperti Ki Somahita dari Sindangkasih, Ki Astamanggala dari Cihaurbeuti, dan Ki Wirawangsa dari Sukakerta.

Namun, sebelum Dipati Ukur berhasil mewujudkan impian mendirikan kabupaten yang lepas dari kekuasaan Mataram, ia dihadapkan pada Bagus Sutaputra, seorang pemuda yang sakti mandraguna. Bagus Sutaputra adalah putra bupati Kawasen dan menjadi algojo yang diminta oleh Tumenggung Narapaksa dari Mataram untuk menangkap Dipati Ukur. Terjadi pertempuran sengit antara mereka selama hingga 40 hari 40 malam. Akhirnya, Dipati Ukur berhasil ditangkap dan dihukum mati di alun-alun Mataram dengan cara dipenggal kepalanya.

Setelah kematian Dipati Ukur, kekuasaan Mataram semakin kokoh di Tatar Sunda. Bahkan, sebagian besar pasukan Mataram yang seharusnya kembali ke Mataram memilih untuk menetap di wilayah pesisir utara dan membuka lahan pertanian. Wilayah Karawang yang subur adalah salah satu hasilnya, dan ini mungkin menjadi awal dari ketenaran Karawang sebagai lumbung padi di Jawa Barat yang kita kenal hingga hari ini.

Meskipun kisah Dipati Ukur bercabang dan misterius, ia adalah contoh sejarah yang menyiratkan keragaman peristiwa dan perjuangan yang terjadi pada masa itu. Kini, kita dapat melihatnya sebagai bagian dari warisan budaya dan sejarah Indonesia yang perlu dihargai dan dijaga. Dipati Ukur mungkin telah berpulang, tetapi kisahnya terus hidup dan menjadi sejarah yang kita pelajari.

Baca Juga  Ritual Laluhan Agama Hindu Kaharingan Dayak Ngaju

Penutup

Kisah Dipati Ukur adalah cerminan dari kompleksitas sejarah dan perjuangan di Tatar Sunda pada masa lalu. Meskipun penuh dengan misteri dan berbagai versi cerita, keberanian dan perlawanan Dipati Ukur terhadap kekuasaan yang lebih besar menjadikannya sebuah legenda yang terus hidup dalam ingatan masyarakat. Sejarah ini mengajarkan kita tentang kekuatan dan tekad seseorang dalam mempertahankan harga diri dan kebebasan, meskipun harus berhadapan dengan risiko besar. Dalam mengenang perjalanan hidup Dipati Ukur, kita diingatkan akan pentingnya memahami dan menghargai sejarah sebagai bagian dari identitas kita. Warisan seperti ini layak dilestarikan agar generasi mendatang dapat terus belajar dari masa lalu yang penuh dengan pelajaran berharga.

Bagikan ini ke:

Mungkin Anda Juga Suka

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Access Premium Content

Bergabunglah sekarang dan nikmati konten eksklusif yang hanya tersedia untuk member premium kami!

Join Our Newsletter

Dapatkan tips dan informasi pendidikan terbaru langsung di kotak masuk Anda dengan berlangganan newsletter dari misididik.net!

Follow Us

Ikuti sosial media misididik.net untuk mendapatkan tips pendidikan terbaru, informasi menarik, dan berbagai inspirasi belajar setiap hari!