header misididik.net

Sasangka Djati: Pandangan Terhadap Dunia Materi dan Spiritual

oleh | Agu 12, 2024 | Kebudayaan, Humaniora | 0 Komentar

Sasangka Djati adalah sebuah karya monumental yang ditulis oleh R. Soenarto Mertowardojo pada tahun 1932, yang memadukan kedalaman filsafat Jawa dengan pandangan spiritual yang mendalam. Buku ini tidak hanya mencerminkan pemikiran seorang pahlawan Jawa, Pakhde Narto, tetapi juga menggambarkan bagaimana pandangan beliau terhadap dunia materi dan spiritual terjalin erat dalam pemahaman tentang kehidupan. Sasangka Djati menjadi cerminan dari upaya Pakhde Narto untuk memberikan perspektif yang lebih luas tentang makna hidup dan eksistensi manusia di dunia ini.

Di dalam Sasangka Djati, Pakhde Narto menjelaskan dunia ini melalui tiga unsur utama: distansi, konsentrasi, dan representasi. Distansi merujuk pada kemampuan seseorang untuk menjaga jarak dari pengaruh dunia materi agar dapat mencapai pemahaman yang lebih tinggi. Konsentrasi adalah fokus pikiran dan jiwa untuk mencapai keselarasan dengan alam semesta, sementara representasi adalah cara dunia material dan spiritual saling mencerminkan satu sama lain. Ketiga unsur ini menjadi landasan dalam memahami keseimbangan antara kehidupan di dunia nyata dan dunia spiritual, serta bagaimana manusia seharusnya menjalani hidup dengan kesadaran penuh.

Melalui artikel ini, kita akan mendalami lebih jauh makna dan konsep dari tiga unsur yang diuraikan dalam Sasangka Djati. Penjelasan ini akan membantu kita memahami bagaimana Pakhde Narto menggambarkan hubungan antara dunia materi dan spiritual serta bagaimana konsep-konsep ini dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memahami distansi, konsentrasi, dan representasi, kita diharapkan dapat mencapai pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita, serta menemukan keseimbangan antara kehidupan duniawi dan pencarian spiritual.

Distansi: Mengambil Jarak dan Mencari Keseimbangan

Menurut Pakhde Narto, distansi adalah konsep di mana manusia mengambil jarak terhadap dunia sekitarnya, baik dalam aspek materi maupun spiritual. Namun, distansi bukanlah tujuan akhir, melainkan sebagai alat untuk menemukan diri sendiri. Ini adalah jembatan untuk meningkatkan kesadaran manusia, karena kehidupan sehari-hari, baik suka maupun duka, bisa mengaburkan kesadaran kita. Untuk menemukan makna dalam dunia, kita harus pertama-tama merenungkan tentang dunia itu.

Baca Juga  Kebudayaan Suku Anak Dalam: Merawat Tradisi dan Alam
Kitab Sasangka Djati karya R. Soenarto Mertowardojo

Konsep distansi juga mencakup tiga sikap yang tak dapat dipisahkan:

a.1. Rila: Penyerahan dan Keikhlasan

Rila adalah sikap keikhlasan dalam hati ketika seseorang menyerahkan segala miliknya, termasuk hak-haknya, kepada Tuhan dengan tulus dan ikhlas. Ini berarti menerima bahwa segalanya berada dalam kuasa Tuhan. Rila adalah bentuk penyerahan yang harus menjadi sikap hidup yang tetap, bukan hanya tindakan insidentil. Rila mendorong kita untuk bersikap tekad karena mengharapkan sesuatu yang lebih baik sebagai gantinya, terutama dalam menghadapi kekecewaan, perubahan, keterikatan, dan penderitaan.

a.2. Narima: Sikap Puas dengan Takdir

Narima adalah sikap puas dengan takdir, menerima dengan rasa terima kasih apa yang telah ada, baik yang bersifat materi maupun tanggung jawab yang diberikan oleh sesama manusia. Narima membantu kita menghadapi keadaan dan menerima segala sesuatu dalam hidup dengan rasa syukur. Ini bukan sekadar penolakan terhadap malapetaka, melainkan perisai terhadap penderitaan yang diakibatkan oleh bencana.

a.3. Sabar: Kesabaran dalam Hidup

Kesabaran adalah hasil dari sikap rila dan narima. Kesabaran bukan hanya menyerah dan menerima dengan senang hati, tetapi juga melibatkan ketenangan dalam menghadapi cobaan dan kesulitan hidup. Kesabaran melibatkan kelapangan dada yang memungkinkan kita merangkul segala perbedaan dan pertentangan, menjaga keseimbangan dalam hidup.

Konsentrasi: Pusatkan Pada Kewajiban dan Pamudaran

Dalam pemikiran Sasangka Djati, konsentrasi adalah tentang memusatkan perhatian pada dua hal: tapa dan pamudaran.

b.1. Tapa: Menahan Diri dan Merenung

Tapa adalah usaha untuk meredakan gelombang nafsu yang seringkali membingungkan manusia. Ini mencakup melemahkan kekuatan jasmani agar kita dapat menyadari relatifitas eksistensi kita. Tapa membantu kita untuk kembali pada pusat hidup kita dan mengendalikan nafsu yang seringkali membutakan kita terhadap kebenaran.

Baca Juga  Upacara Ruwatan: Tradisi Perlindungan dalam Budaya Jawa

b.2. Pamudaran: Kebebasan Batin

Pamudaran adalah kebebasan batin yang memungkinkan manusia untuk melepaskan diri dari dunia materi. Ini adalah kebebasan yang membuat kita tidak lagi terikat pada materi. Dengan pamudaran, kita dapat merasakan kesejatian dalam hidup dan merasa bersatu dengan Tuhan. Ini adalah keadaan di mana segala pemikiran dan pengalaman lenyap, dan seseorang merasa bersatu dengan Tuhan.

Representasi: Menjadi Utusan Tuhan di Dunia

Pakhde Narto meyakini bahwa setelah mengambil distansi dan berfokus pada konsentrasi, manusia mencapai representasi. Representasi adalah keadaan di mana seseorang tidak hanya telah melepaskan ikatan dengan dunia materi, tetapi juga telah bersatu dengan Tuhan.

c.1. Kuwajiban: Tanggung Jawab Terhadap Sesama

Kuwajiban adalah bentuk tanggung jawab terhadap sesama manusia. Ini mencakup kewajiban terhadap tubuh, keturunan, budidarma, pekerjaan, dan penguasa. Melalui pelaksanaan kewajiban ini, manusia mencapai kesempurnaan dan membebaskan diri dari kesengsaraan hidup.

c.2. Memayu Ayuning Bawana: Memperbaharui Diri dan Dunia

Memayu Ayuning Bawana adalah konsep di mana manusia memahami bahwa mereka harus memperbaharui diri mereka sendiri dan dunia ini. Dengan kesadaran akan keindahan dalam kesederhanaan, manusia dapat menjadi pelita dan memberikan arti dalam dunia ini.

Kesimpulan

Pandangan Pakhde Narto yang terangkum dalam Sasangka Djati mengajarkan kita untuk mengambil distansi terhadap dunia, fokus pada konsentrasi dan menghargai representasi. Dalam pandangan ini, manusia diharapkan menjadi utusan Tuhan yang membawa ketentraman, terang, dan makna dalam dunia ini. Filosofi Sasangka Djati mengajarkan kita tentang pentingnya menjalani hidup dengan penuh keikhlasan, puas dengan takdir, kesabaran, dan tanggung jawab terhadap sesama. Dengan demikian, kita dapat mencapai keselarasan dengan dunia materi dan spiritual, dan bersatu dengan Tuhan dalam perjalanan menuju pemahaman yang lebih dalam tentang kehidupan dan makna di baliknya.

Baca Juga  Permainan Gasing: Warisan Tradisional yang Menyenangkan
Bagikan ini ke:

Mungkin Anda Juga Suka

0 Komentar

Kirim Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Access Premium Content

Bergabunglah sekarang dan nikmati konten eksklusif yang hanya tersedia untuk member premium kami!

Join Our Newsletter

Dapatkan tips dan informasi pendidikan terbaru langsung di kotak masuk Anda dengan berlangganan newsletter dari misididik.net!

Follow Us

Ikuti sosial media misididik.net untuk mendapatkan tips pendidikan terbaru, informasi menarik, dan berbagai inspirasi belajar setiap hari!