Indonesia dikenal sebagai negeri dengan keberagaman budaya yang luar biasa. Setiap daerah memiliki warisan khas yang mencerminkan identitas dan nilai-nilai luhur masyarakatnya. Salah satu warisan budaya yang masih lestari hingga kini adalah Kain Mbojo Bima, kain tenun tradisional yang berasal dari Bima, Nusa Tenggara Barat. Kain ini bukan sekadar kain biasa, tetapi juga memiliki filosofi mendalam yang mencerminkan kehidupan dan adat istiadat masyarakat Bima.
Kain Mbojo Bima telah diwariskan secara turun-temurun sejak zaman Kerajaan Bima dan menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat setempat. Keunikan kain ini terletak pada teknik tenun tradisional yang masih dipertahankan hingga kini, dengan motif-motif khas yang menggambarkan alam, kehidupan sosial, serta pengaruh Islam yang kuat di Bima. Proses pembuatannya yang rumit dan membutuhkan ketelatenan tinggi menjadikan setiap helai kain memiliki nilai seni dan keindahan tersendiri.
Selain keindahannya, Kain Mbojo Bima juga memiliki fungsi budaya yang erat kaitannya dengan tradisi dan adat istiadat masyarakat Bima. Kain ini sering digunakan dalam berbagai upacara adat, pernikahan, serta sebagai simbol status sosial. Bahkan, di masa lalu, perempuan Bima mengenakan kain ini sebagai “Rimpu,” yaitu cara berbusana yang mencerminkan kesopanan dan nilai-nilai agama. Dengan keunikan dan filosofi yang terkandung di dalamnya, kain ini tidak hanya menjadi kebanggaan masyarakat Bima, tetapi juga bagian dari kekayaan budaya Indonesia yang harus dijaga dan dilestarikan.
Apa Itu Kain Mbojo Bima?

Kain Mbojo Bima adalah kain tenun tradisional yang dibuat oleh masyarakat suku Mbojo di Bima. Kain ini dikenal dengan motif dan coraknya yang beragam, mencerminkan kekayaan budaya daerah tersebut. Salah satu motif yang populer adalah pola zig-zag yang memadukan lebih dari tiga warna, menciptakan tampilan yang dinamis dan menarik. Kain ini sering digunakan untuk berbagai keperluan, seperti syal, bahan pakaian, selendang, ikat kepala, dan ikat pinggang.
Asal-Usul Kain Mbojo Bima
Sejarah Kain Mbojo Bima dapat ditelusuri hingga abad ke-16. Catatan dari pelaut Portugis, Tome Pires, menyebutkan aktivitas perdagangan kain kasar di pelabuhan Bima, yang menjadi bahan dasar pembuatan kain ini. Proses pembuatan kain melibatkan penanaman kapas, pemintalan benang, hingga penenunan menggunakan alat tradisional. Pewarnaan kain dilakukan secara alami menggunakan getah pepohonan, seperti pohon cira untuk warna kuning dan daun indigo untuk warna biru.
Penjelasan Lengkap tentang Kain Mbojo Bima
Kain Mbojo Bima memiliki variasi warna yang khas, seperti kuning, hijau, biru, hitam, merah, coklat, ungu, dan oranye. Setiap warna memiliki simbolisme tersendiri dalam budaya Bima. Misalnya, Tembe Me’e (sarung hitam) biasanya dikenakan oleh masyarakat pegunungan, sementara Tembe Bako (sarung merah) identik dengan masyarakat perkotaan dan bangsawan. Motif-motif pada kain ini, seperti Kakando (rebung), Salungka, dan Kapa’a, mencerminkan pengaruh dari budaya Sumatera, Makassar, dan Jawa.

Salah satu tradisi unik yang berkaitan dengan Kain Mbojo Bima adalah penggunaan “Rimpu” oleh perempuan Bima. Rimpu adalah cara berbusana dengan menggunakan sarung khas Bima (Tembe Nggoli) yang dibalutkan di kepala dan tubuh. Bagi perempuan yang sudah menikah, Rimpu dikenakan dengan menutupi seluruh tubuh kecuali wajah, sedangkan bagi yang belum menikah, Rimpu hanya menyisakan bagian mata yang terlihat. Tradisi ini mencerminkan kuatnya pengaruh Islam dalam budaya Bima dan menjadi identitas diri kaum muslimah suku Mbojo tempo dulu.
Penutup
Sebagai bagian dari warisan budaya Nusantara, Kain Mbojo Bima tidak hanya memiliki nilai estetika yang tinggi, tetapi juga mengandung makna filosofis yang mendalam. Setiap motif yang dihasilkan dari proses tenun tradisional mencerminkan nilai kehidupan, adat istiadat, serta pengaruh sejarah yang membentuk identitas masyarakat Bima. Dengan teknik pewarnaan alami yang ramah lingkungan dan pola yang unik, kain ini menjadi simbol dari ketekunan serta kreativitas para pengrajin yang telah mempertahankan tradisi ini secara turun-temurun.
Untuk memastikan kelestariannya, dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan, baik dari masyarakat lokal, pemerintah, hingga pecinta budaya di seluruh Indonesia. Mengenalkan Kain Mbojo Bima kepada generasi muda melalui pendidikan dan promosi budaya dapat menjadi langkah penting agar kain tradisional ini tetap eksis di tengah modernisasi. Selain itu, mengembangkan industri kreatif berbasis kain tenun ini juga bisa membantu meningkatkan kesejahteraan para pengrajin serta memperluas pasar, baik di dalam maupun luar negeri. Dengan menjaga dan menghargai kain ini, kita turut serta dalam melestarikan kekayaan budaya Indonesia yang tiada duanya.
Catatan: Gambar diambil dari Pinterest.
0 Komentar